Selasa, 31 Agustus 2010

Akademi Penerbangan Mau Jadi Pilot, ke Buleleng Aja!


Aswin Rizal Harahap/KOMPAS
Chief Ground Officer Bali International Flight Academy (BIFA) Tjipto Widodo (kiri) menjelaskan cara menerbangkan pesawat Cessna 172 kepada seorang siswa BIFA di Bandar Udara Letkol Wisnu, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, Sabtu (7/8). Setelah lulus dari BIFA, mereka akan bekerja sebagai pilot di PT Garuda Indonesia.

KOMPAS.com - "Saya mau jadi pilot," begitu jawaban yang lazim kita dengar dengan intonasi lantang saat bertanya kepada anak-anak mengenai cita-cita mereka. Kesempatan untuk mengemudikan pesawat terbang sambil mengunjungi berbagai tempat menjadi daya pikat terbesar anak-anak.
Sejak kecil saya bercita-cita menjadi pilot. Saya terobsesi mengikuti sepak terjang ayah sebagai pilot.
-- Muhammad Rizky Avian
Begitu pula Muhammad Rizky Avian (26) dan Michael Daniele Papilaya (30) saat kecil. Kini, keduanya berhasil menggapai cita-cita mereka seusai mengenyam pendidikan selama 13 bulan di Bali International Flight Academy (BIFA), Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali.
Mereka bersama 13 calon penerbang lain merupakan siswa angkatan kedua BIFA yang dilantik hari Sabtu (7/8/2010) lalu. Air mata bahagia mengalir di pipi Rizky dan Michael saat wisuda.
Andre Papilaya, ayah Michael, memeluk erat dan mencium kening putra sulungnya berkali-kali. Pencapaian Michael boleh dibilang menerbitkan kembali harapan sang ayah setelah kepergian Patrick (25), adik Michael, tahun lalu.

Sebagai pilot senior Garuda Indonesia, Andre menggantungkan asa kepada Patrick untuk mengikuti jejaknya. Namun, hal itu tak menciutkan niat Michael untuk menjadi pilot. Kematian sang adik memotivasi Michael.
”Diam-diam saya mencari informasi tentang BIFA di internet. Setelah ikut tes dan diterima, saya baru bilang kepada orangtua,” kata sarjana Jurusan Hubungan Internasional Universitas Moestopo, Jakarta, ini.
Kebanggaan juga dirasakan Muhammad Irsal, pilot senior Garuda Indonesia, terhadap putranya, Rizky. Rizky, Ketua Angkatan II BIFA, mengaku lega setelah mendapatkan lisensi pilot komersial. Ia siap menggantikan ayahnya yang pensiun bulan depan.
”Sejak kecil saya bercita-cita menjadi pilot. Saya terobsesi mengikuti sepak terjang ayah sebagai pilot,” kata sarjana Jurusan Akuntansi Universitas Pelita Harapan ini.
Rizky dan Michael beruntung. Peluang menjadi pilot kini semakin besar dengan adanya sejumlah sekolah penerbangan, termasuk BIFA. Keduanya juga langsung diproyeksikan menjadi pilot Garuda Indonesia.
Pendidikan lanjutan
Saat dibuka tahun lalu, akademi milik pengusaha Robby Djohan ini menjalin kerja sama dengan PT Garuda Indonesia. Setelah lulus dari BIFA, Rizky dan kawan-kawan akan mengikuti pendidikan lanjutan selama tiga bulan bersama instruktur Garuda Indonesia. Pendidikan ini akan mengarahkan calon penerbang pada tipe-tipe pesawat komersial baru, seperti Boeing 737 NG dan Airbus.
Michael berpendapat, kesempatan menjadi pilot saat ini cukup terbuka. Informasi tentang sekolah penerbangan juga dapat diakses melalui internet. Calon pilot terbuka bagi siapa saja, tidak dibatasi usia. Pendidikan di BIFA bisa diikuti oleh lulusan SMA dan sarjana.
”Faktor terpenting, menguasai Matematika, Fisika, dan bahasa Inggris,” kata Michael.
Pelajaran itu wajib dikuasai karena pilot dituntut membuat perhitungan yang cepat dan tepat terkait bahan bakar, jarak tempuh, dan besar sudut yang dibutuhkan untuk mendarat. Sementara Bahasa Inggris dibutuhkan untuk menguasai standar operasional prosedur internasional.
Calon penerbang juga harus lulus psikotes karena pilot harus tahan terhadap tekanan. Menurut Chief Executive Officer BIFA Wiradharma Oka, BIFA menyiapkan tempat pendidikan dan tenaga pengajar asing guna menghasilkan pilot andal.
Para siswa wajib tinggal di asrama seluas 7.000 meter persegi di Desa Sumberkima, Buleleng, Bali. Di depan akademi yang terletak sekitar 120 kilometer arah utara Denpasar ada Bandara Letkol Wisnu. Bandara dengan panjang landasan 660 meter dan lebar 18 meter itu digunakan para siswa BIFA untuk berlatih mengendarai pesawat.
Dalam menggunakan 11 pesawat latih jenis Cessna 172, para siswa didampingi sejumlah instruktur dari luar negeri, seperti Australia, Amerika Serikat, Kanada, Italia, dan Inggris.
”Kami berharap BIFA mampu berperan serta mengatasi kendala industri penerbangan komersial di Indonesia yang kekurangan penerbang,” katanya.
PPL dan CPL
Saat ini dibutuhkan 400 penerbang nasional tiap tahun. Sekolah penerbangan di Indonesia hanya mampu menghasilkan sekitar 200 calon pilot setahun.
Ada dua jenis pendidikan bagi calon pilot di BIFA, yakni private pilot license (PPL) dan commercial pilot license (CPL).
Untuk mendapatkan PPL, calon penerbang wajib menjalani 300 jam teori dan 55 jam praktik. CPL diperoleh lewat 550 jam teori dan 140 jam praktik. Biaya untuk bersekolah di BIFA hingga selesai mencapai 58.000 dollar AS atau sekitar Rp 522 juta (1 dollar AS setara Rp 9.000).
”Namun, orangtua hanya perlu membayar 50 persen. Sisanya dicicil siswa setelah bekerja,” kata Oka. (ASWIN RIZAL HARAHAP)

Sumber: http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/11/12084324/Mau.Jadi.Pilot..ke.Buleleng.Aja..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar