Senin, 08 November 2010

FILOSOFI ANJING

Siapa yang tak kenal dengan binatang berkaki empat ini? Konon, anjing adalah binatang yang paling setia kepada tuannya. Konon pula, anjing juga binatang yang paling disebut-sebut oleh manusia. Tidak percaya?
Ketika Anda merasa jengkel, sebal dan marah dengan seseorang, umpatan apa yang paling sering terlontar? Meski belum ada riset khusus, tapi ‘anjinglah’ yang paling sering dipakai sebagai bahan makian. Di jalanan ketika macet, bisa-bisa semua orang berubah menjadi binatang berkaki empat ini lantaran semuanya mengeluarkan seruan yang sama.
Apa salah anjing? Penulis tidak tahu mengapa anjing menjadi bahan umpatan yang paling menyenangkan. Apakah karena dia binatang yang sering dianggap najis, sehingga seseorang menganalogikan orang lain najis ketika memaki dengan personifikasi hewan ini.  Ataukah karena bintang yang punya banyak ras ini punya hobi menjilat –dalam arti sesungguhnya—kemudian diplesetkan sebagai ungkapan sinis kepada orang yang juga dianggap “penjilat” dalam konotasi yang tidak positif.
Apapun alasan dibalik umpatan anjing ini, kita tampaknya tak pernah berpikir bahwa binatang ini punya rasa setia kawan yang besar. Ketika kecil, penulis pernah punya banyak  anjing dalam berbagai ras.  Mereka membaur, meski secara “kasta” ras-ras yang ada itu sebenarnya beda-beda. Mungkin ada yang melihat jenis herder, lebih “bergengsi” dibanding anjing kampung. Atau melihat ras peking lebih lucu dan mahal dibanding jenis pudel. Sayangnya, anjing tak mengenal kasta-kasta seperti itu.
Mereka –anjing milik penulis—punya peran yang sama, menjaga rumah. Sedikit menganggu memang, karena nyaris setiap malam mereka menyalak kepada siapapun yang masuk rumah. Tapi selama ada anjing, nyaris tak pernah ada yang namanya maling masuk.
Lalu pernahkah kita sedikit mengambil sisi positif dari peran bintang itu? Kesetiaan dan tak membedakan. Simpel saja, apakah kita masih sering merasa lebih hebat, lebih kaya, lebih pintar, lebih terkenal, lebih..lebih..dan lebih? Kalau peran itu yang dominant, mungkin sesekali kita perlu memperhatikan anjing-anjing kita atau kawan kita.
Apakah kita punya kesetiaan pada kemanusiaan? Anjing yang tak punya akal budi saja bisa berbagi dengan anjing lain, apakah manusia makhluk paling cerdas ini punya kesetiaan untuk berbagi? Kalau tidak, masak saya harus bilang kita perlu belajar pada anjing. Sederhana, belajar melihat sisi positif di sekitar kita…

dikutip dari: http://moer.multiply.com/journal/item/111

Tidak ada komentar:

Posting Komentar